Jakarta – Pernyataan Arteria Dahlan yang menyinggung ‘Bahasa Sunda’ ternyata membawa dampak negatif bagi elektabilitas PDIP di Jawa Barat. Hal itu diungkap dalam survei SMRC bertajuk Partai, Gubernur, dan Presiden: Pandangan Publik Jawa Barat.
Dalam survei itu, SMRC turut membahas kasus Arteria Dahlan yang menyinggung ‘Bahasa Sunda’ terhadap elektabilitas PDI Perjuangan di Jabar.
SMRC mengungkap polemik pernyataan Arteria membawa efek negatif terhadap perolehan suara PDI Perjuangan di Jawa Barat. Dari 66 warga yang tahu akan kasus itu, hanya 14 persen yang mau memilih PDIP kembali di Pemilu 2024. Sementara mereka yang tidak tahu akan memilih PDIP dengan persentase 21 persen.
Pengaruh tersebut lebih besar lagi jika melihat data SMRC mengenai tingkat persetujuan warga Jabar yang menganggap Arteria telah menyinggung etnis Sunda. Mereka yang setuju Arteria menyinggung etnis Sunda, hanya memilih PDI Perjuangan sebanyak 11 persen.
“Intinya adalah, pernyataan atau kasus Arteria Dahlan ini punya pengaruh terhadap elektabilitas PDI Perjuangan di Jawa Barat,” kata Manajer Program SMRC Saidiman Ahmad.
Anggota F-PDIP Jabar Yunandar Eka Perwira menilai warga Jabar bisa membedakan mana pernyataan secara pribadi dengan kebijakan partai. Namun begitu, kasus ini diakuinya menjadi catatan untuk PDIP Jawa Barat.
“Kasus Arteria Dahlan memang sedikit berdampak terhadap PDI Perjuangan terutama di Jawa Barat. Ini saya melihat rakyat Jawa Barat sudah bisa membedakan antara pendapat pribadi dengan kebijakan partai, karena PDIP sangat menjunjung tinggi budaya,” katanya, Selasa (15/2/2022).
Sebagai warga asli Jawa Barat, Yunandar juga mengaku marah dengan pernyataan Arteria. Ia dan pengurus DPD PDI Perjuangan Jabar pun sudah melaporkan Arteria ke DPP supaya diberi sanksi yang tegas.
“Termasuk saya sebagai orang Sunda sangat marah melihat statemen seperti itu. Kami di Jawa Barat sudah menyampaikan permohonan kepada DPP supaya memberikan teguran dan punishment terhadap apa yang dilakukan anggota DPR RI tersebut,” ungkapnya.
“Dan harapannya, kami juga melihat seharusnya DPR RI bisa bertindak melalui MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan). Kami menyerahkan semuanya kepada DPP dan DPR RI,” sambungnya.