Jakarta – Menteri LHK Siti Nurbaya buka suara terkait kualitas udara di Jakarta yang tercatat menjadi yang terburuk di dunia berdasarkan data kualitas udara (air quality index/AQI) dari situs IQAir. Siti berbicara mengenai metode yang dipakai untuk mengukur kualitas udara tersebut.
“Itu kan hasil monitoring analisis pakai metode tertentu dari swasta, ada instrumen yang dia pakai. Saya tidak bermaksud membela diri, tetapi kita lihat dari metode yang biasa dipakai,” kata Siti kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (20/6/2022).
Siti mengatakan yang terpenting adalah tindak lanjut dari hasil pengukuran kualitas udara tersebut. Dia pun siap membeberkan analisis data mengenai kualitas udara di Jakarta.
“Nanti saya kasih data analisisnya. Bahwa pada saat yang sama, DKI itu bukan yang sekian itu, nomor 44, jadi sebetulnya buat saya itu hanya ukuran dan indikator dan kita paling penting adalah kita lihat metodenya apa sih yang dipakai. Selain itu, apa tindak lanjutnya. Itu yang paling penting,” ujar Siti.
Sebelumnya, dilihat dari situs IQAir, data ranking kualitas udara itu terkumpul per pukul 07.11 WIB, Senin (20/6). DKI Jakarta berada di peringkat pertama dengan catatan AQI atau indeks kualitas udara di angka 192 atau tidak sehat saat dilihat per pukul 07.36 WIB.
“Konsentrasi PM2.5 di udara Jakarta saat ini 27 kali di atas nilai panduan kualitas udara tahunan WHO,” demikian keterangan IQAir.
Sementara itu, berdasarkan aplikasi JAKIspu milik Pemprov DKI Jakarta, sejumlah wilayah tercatat memiliki kualitas udara tidak sehat pagi ini. Indeks kualitas udara di lima wilayah Jakarta masuk kategori tidak sehat dengan angka di atas 100. Sumber data yang diambil Pemprov DKI ini merujuk pada data Dinas Lingkungan Hidup.
Berikut data indeks kualitas udara versi JAKIspu:
Jakarta Utara: 135 (Tidak Sehat)
Jakarta Timur: 129 (Tidak Sehat)
Jakarta Pusat: 112 (Tidak Sehat)
Jakarta Selatan: 110 (Tidak Sehat)
Jakarta Barat: 103 (Tidak Sehat)