Dalam sambutan kenegaraan saat Presiden Jokowi meresmikan Pembukaan Pertemuan Puncak Gugus Tugas Reformasi Agraria (GTRA Summit) 2022 di Wakatobi, Presiden Jokowi memberikan peringatan keras kepada segenap jajaran mulai dari tingkat pusat hingga daerah-daerah, untuk tidak boleh lagi ada sengketa yang dibiarkan berlarut-larut dan tidak dilakukan terobosan/solusi pemecahan masalah.
Peringatan keras Presiden Jokowi itu disampaikan di hadapan Mensesneg, Menteri ATR-Kepala BPN, Menteri LH Kehutanan, Menteri Perhubungan, Mendagri dll. Presiden menyatakan tidak boleh lagi ada sengketa lahan di daerah karena sengketa menghambat investasi dan tidak memberikan jaminan kepastian hukum bagi hak-hak maayarakat atas tanah, semata-mata karena aparatur pemerintah daerah lalai.
Oleh karena itu permintaan para Pemilik Tanah (Wihelmus Napa dkk), sebagai korban salah urus Kepala Kantor Pertanahan Nagekeo dan Kepala Desa Labolewa, Kecamatan Aesesa melalui TPDI kepada Kapolres Nagekeo, sebagaimana dimaksud dalam surat LAPORAN dan Permohonan Perlindunagn Hukum tanggal 29/5/2022, merupakan langkah tepat, karena Kapolres Nagekeo dipandang lebih arif dan bijaksana serta bisa bersikap netaral alias tidak ada conflict of interst, baik terhadap para pihak maupun terhadap Obyek Sengketanya.
DUGAAN TINDAK PIDANA KORUPSI.
Keterlambatan pembayaran ganti untung dari Pemerintah Pusat kepada Warga Desa Labolewa, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, Provinsi NTT, sebagai dampak pembangunan Waduk Mbay-Lambo, di Kabupaten Nagekeo, apapun alasannya jelas merugikan Negara dan Masyarakat, apalagi dubungkus dengan rekayasa alasan-alasan di balik dugaan kuat terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan atau korupsi.
Pejabat Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Nagekeo dan Kepala Desa Labolewa, merupakan ujung tombak pelaksanaan pembayaran Ganti Untung bagi warga pemilik tanah, patut diduga sedang memelihara konflik antar warga Masyarakat pemilik tanah dengan para penggarap atau pihak lain, sehingga membuka peluang untuk terjadinya KKN baru sekaligus menghambat jalannya pembangunan Waduk Mbay-Lambo berlarut-larut.
Akibatnya warga Masyarakat pemilik tanah tidak mendapatkan nilai tambah, tidak mendapatkan keuntungan apapun dari apa yang disebut sebagai Ganti Untung dengan segala aspek positif yang diharapkan dari program pembangunan, sementara pejabat Kepala Kantor Pertanahan dan Kepala Desa Labolewa berleha-leha di hadapan warga dengan mempermainkan hak rakyat warga petani miskin.
LAPORAN DAN PERLINDUNAGN HUKUM.
Karena itu Para Warga pemilik lahan yang merasa tanah miliknya yang digarap secara melawan hukum oleh pihak ketiga, dan uang Ganti Untung dari Pemerintah Pusat itu tidak dibayarkan kepada Para Pemilik tanah yang berhak, diduga ada kerja sama dengan penggarap, dilakukan dengan tidak transparan dan akuntabel, sehingga hal itu dikualifikasi sebagai Tindak Pidana Korupsi yang menuntut penyelesaian segera.
Beberapa warga telah meminta bantuan hukum kepada TPDI dan untuk itu TPDI pada tanggal 29 Mei 2022, telah mengirim Surat Laporan dan Mohon Perlindungan Hukum kepada Kapolres Nagekeo untuk memproses dugaan keterlibatan secara pidana pihak-pihak terkait yaitu Kepala Kantor Pertanahan Nagekeo dan Kepala Desa Labolewa dkk. sekaligus mencari solusi sesuai seruan Presiden Jokowi.
Selain daripada itu, TPDI juga meminta jasa baik Kapolres Nagekeo, berperan Memediasi perselisihan antar warga Penggarap dan Pemilik melalui mekanisme Akomodasi (Musyawarah Kekeluargaan) dan/atau Restorative Justice, karena Kapolres Nagekeo dinilai lebih bijak, dapat bersikap netral dan presisi dalam menyelesaikan permasalahan ini.
KAPOLRES NAGEKEO DIPERCAYA.
Kepercayaan warga Masyarakat korban salah urus Kepala Kantor Pertanahan Nagekeo dan Kepala Desa Labolewa, kepada Kapolres Nagekeo, oleh karena Kapolres Nagekeo dinilai berprestaai dan bertangan dingin dalam menyelesaikan konflik antar warga Masyarakat dengan Pemda Nagekeo terkait pembebasan lahan untuk waduk Mbay-Lambo di Negeko.
Anehnya hingga saat ini meskipun dana Ganti Untung sudah digelontorkan untuk dibayarkan kepada pemilik dan penggarap tanah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetapi dalam pelaksanaannya, diduga telah terjadi penyimpangan akibat ketidak hati-hatian Kepala Kantor Pertanahan dan Kepala Desa Labolewa.
Dugaan penyimpangan dalam pelaksanan pembayaran Ganti Untung atas hak-hak warga pemilik tanah yang terdiri dari Wihelmus Napa dkk. dari Desa Labolewa, Kecamatan Aisese, bisa dikualifikasi sebagai penggelapan dalam jabatan dan permufakatan jahat sebagaimana dimaksud dalam UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999, Tentang Pemberantasan Korupsi.
Apalagi sebagian dana sudah terlanjur dibayarkan kepada orang-orang yang tidak berhak tanpa didukung data yang lengkap, tanpa dipertimbangkan akan munculnya konflik, tidak akurat dan proporsional dalam melihat dampak hukumnya, apakah dapat dipertanggungjawabkan atau tidak serta tidak transparan dalam pelaksanaan.
TPDI meminta Mekopolhukam, Menteri ATR dan Kepala Badan Pertanahan RI, Menteri Dalam Negeri, Kapolri, KPK dan Kejaksaan Agung untuk memonitor hal-hal terkait kinerja aparat pemerintah di daerah termasuk di Kabupaten Negekeo, NTT sebagai respons positif atas peringatan keras Persiden Jokowi pada tanggal 9/6/ 2022 di GTRA-Summit 2022 di Wakatobi.
Jakarta, 15 Juni 2024
(PETRUS SELESTINUS, KOORDINATOR TPDI & ADVOKAT PERADI SELAKU KUASA HUKUM WARGA DESA LABOLEWA)