Oleh : Suhendra Atmaja – Dosen STIKOM InterStudi Jakarta
Detik-detik perayaan hari kemerdekaan yang biasanya kita rayakan setiap tanggal 17 Agustus, harusnya jadi momen penting saat upacara hari kemerdekaan di Istana negara atau di tempat- tempat pelaksanaan upacara bendera di tanah air.
Semua rakyat secara hikmad, merasakan detik-detik kemerdekaan sebagai perjuangan rakyat dan the founding father Soekarno-Hatta saat membacakan Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945.
Setelah itu, lazimnya pemerintah dan rakyat merayakan kemerdekaan Indonesia dengan berbagai cara, seperti pawai 17an, lomba-lomba atau bahkan sempat kita lihat manuver udara TNI Angkatan Udara dilangit Jakarta, intinya perayaan dilakukan semeriah mungkin dari tingkat RT hingga di Istana negara, dengan berbagai asesosoris bendera dan umbul-umbul.
Untuk memeriahkan hari kemerdekaan. Lomba-lomba 17an pun digelar mulai dari lomba balap karung, menangkap belut, lomba klereng, hingga panjat pinang menjadi hiburan tersendiri saat perayaan 17 Agustus dan itu dilakukan diseluruh wilayah Indonesia, dari Sabang sampai Merauke.
Tapi itu dulu.. 2 tahun di masa pandemi Covid-19 kemeriahan 17an terasa sangat berkurang. Tidak lagi terlihat pesta rakyat, pawai atau bahkan lomba-lomba 17 Agustusan, yang menjadi hiburan tersendiri bahkan gelak tawa.
Pandemi telah mengacaukan segalanya, tidak terlihat lagi senyumanis saat anak-anak kita mengikuti lomba, tidak ada lagi wajah bangga anak-anak saat menerima hadiah dipangung kecil milik warga ditingkat RT.
Kapankah pandemi akan berakhir ? semua tidak ada yang bisa menjawab.
Pemerintah melalui peraturan PPMK, mau tidak mau telah mempersempit ruang gerak rakyat dengan tujuan penyebaran Covid-19, dapat dikendalikan dan ini seharusnya menjadi tujuan yang baik dan mulia.
Pro Kontra Pengecatan Pesawat
Jelang perayaan 17 Agustus, rakyat kita, kini malah disuguhkan oleh pro kontra pengecatan pesawat kepresidenan yang kebetulan warna yang digunakan adalah warna merah putih, sesuai dengan warga bendera bangsa ini. Jelang Agustusan, rakyat malah disuguhkan oleh berita-berita yang membuat kerut mengerenyit di kening kita. Tidak ada lagi rencana atau rapat panitia dilingkungan tentang perayaan 17 Agustusan.
Penulis menilai, pro kontra pengecetan pesawat itu, simple saja penyelesaiannya. Oposisi pemerintah jangan terlalu membesar-besarkan masalah pengecatan pesawat karena toh, tidak mungkin pesawat yang sudah di cat dikembalikan atau dirubah warna kembali sesuai kemauan oposisi, tentu biaya lagi.
Dan kritikan, oposisi juga seharusnya menjadi bahan masukan pemerintah agar pemerintah lebih berempati, apalagi kondisi Indonesia saat ini yang tengah dilanda Covid-19. Stop perdebatan ini, sehingga kita dapat kembali Bersama-sama menyelesaikan permasalahan bangsa yang lebih besar seperti menghentikan penyebaran visus Covid-19 yang hingga kini masih saja terjadi.
76 Tahun Indonesia Merdeka
Tidak terasa, Indonesia merdeka sudah 76 tahun, tapi rasanya bangsa ini masih jauh panggang dari arang. Banyak permasalahan bangsa yang hingga kini belum dapat diselesaikan, seperti kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin, ditengah pandemi Covid-19.
76 tahun Indonesia merdeka, belum terlihat Indonesia layak disebut sebagai negara maju dari aspek manapun, kita malah sibuk dengan urusan-urusan perang opini dan wacana, yang setiap hari bisa kita lihat diberbagai media, padahal banyak persoalan sosial harusnya menjadi skala prioritas pemerintah bersama dengan rakyatnya.
Badan Pusat Statisk (BPS) melaporkan, jumlah penduduk miskin Indonesia pada Maret 2021 mencapai 27,54 juta orang, sebuah jumlah yang besar dan menunjukan bahwa Indonesia jauh dari negara Makmur.
Dengan semangat kemerdekaan, meski tidak semeriah ketika belum mewabahnya Covid-19, pemerintah mencanangkan tema 17 Agutustus tahun ini, Indonesia Tangguh, Indonesia, Indonesia Tumbuh yang berarti yang berarti kita tetap tangguh menghadadpi krisis yang selama ini menerpa dan dengan ketangguhan, berbagai upaya yang dilakukan, meski dimasa pandemi maka Indonesia akan tumbuh dan berkembang, Semoga..! (*)