BENGKULU – Polda Bengkulu telah memanggil sejumlah saksi guna mendalami dugaan sindikat mafia tanah di Desa Talang Ratu, Rimbo Pengadang, Lebong.
Direktur Ditreskrimum Polda Bengkulu, Kombes Teddy Sundyawan Syarif menegaskan, pihaknya segera memanggil Direktur PT Ketaun Hidro Energi (KHE), Zulfan Zahar.
“Ya, termasuk dia (Zulfan Zahar). Pemerintah setempat juga kita panggil, dan pemilik lahan,” tegas Teddy di Mapolda Bengkulu, Selasa (11/5).
Menurut Teddy, keterangan Zulfan, akan memberikan titik terang terkait dugaan sindikat mafia tanah di Lebong. Pasalnya, PT KHE diduga telah membayarkan sejumlah uang kepada Samiun Damruri, warga Rimbo Pengadang. Guna memuluskan proses pembebasan lahan proyek listrik.
“Insya Allah, sehabis lebaran (Idul Fitri) ada perkembangan penyelidikannya. Hasil penyelidikan nanti akan diketahui, mana yang mengarah ke mafia tanah. Jika jaringannya terstruktur,” ujar mantan Wadir Resnarkoba Polda Jatim itu.
Untuk diketahui, dugaan sindikasi mafia tanah di seberang sungai Ketaun, Lebon, terungkap berkat Samiun. Samiunlah yang mengaku sebagai pemilik sah beberapa bidang tanah di Desa Talang Ratu.
Klaim Samiun, hanya bermodalkan surat hibah ayahnya, M. Rais, tanggal 20 Oktober 2020. Faktanya, Rais meninggal dunia tahun 2017. Bahkan dalam surat hibah itu, Samiun diduga memalsukan tandatangan ibu kandungnya, Bania, yang buta huruf.
Sedangkan keterlibatan PT KHE, diungkap langsung oleh Camat Rimbo Pengadang, Lasmudin, saat audiensi di DPRD Lebong, 5 April 2021 lalu. Menghadirkan Lasmudin, dan adik kandungnya Kades Teluk Dien, Jon Kenedi. Serta perangkat pemerintahan, anggota dewan, dan perwakilan keluarga salah satu pemilik lahan, Mahmud Damdjaty.
Campur tangan PT KHE, diakui Lasmudin, sudah berlangsung sejak lama. Lasmudin mengaku diperintahkan PT KHE menggelar mediasi di kantor Kecamatan Rimbo Pengadang, November 2020.
Saat itu, Camat mengeluarkan surat bernomor 005/346/Kec-RP/2020 tanggal 12 November 2020, untuk mediasi, Jumat 13 November 2020. Ada pun pelaksanaan mediasi tersebut mengacu pada surat permohonan PT KHE ke Camat, bernomor 090/KHE-BUPATI/IX/2020, tanggal 1 Oktober 2020.
Hasil mediasi di Kecamatan Rimbo Pengadang, menetapkan bahwa, Samiun sebagai pemilik sah tanah. Kemudian, atas dasar itulah, PT. KHE diduga nekat dan sadar membayarkan sejumlah uang kepada Samiun.
Bahkan, pengakuan Camat Lasmudin, dirinya juga sempat menerima perintah dari PT KHE. Dalam hal ini, terkait upaya pengukuran paksa lahan Mahmud Damdjaty di seberang sungai Ketaun, 28 Januari 2021.
Namun, saat itu pengukuran batal. Petugas Kantor Pertanahan (Kantah) Lebong menolak mengukur tanah Mahmud. Karena pengajuan penerbitan sertifikat Mahmud sedang diproses di Kantah BPN Lebong.
Tidak terima pengukuran batal, Camat Lasmudin dan Kades Jon Kenedi lantas melarang keluarga Mahmud menggunakan rakitnya. Imbasnya, dua lansia dan belasan keluarga lainnya terlantar di seberang sungai Ketaun.
“Kita berproses. Kita akan konfrontir hasil penyelidikan kemarin, dengan kondisi atau fakta-fakta yang ada di lapangan. Hasil analisa tersebut akan diketahui mengerucut kemana?” papar alumni Akpol 1994 itu.
Teddy menambahkan, pihaknya juga berkoordinasi dengan Kanwil BPN Bengkulu. Mengingat, pembentukan Satgas Mafia Tanah, merupakan program prioritas Presiden Jokowi, dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
“Koordinasi (dengan Kanwil BPN) sangat intens. Baik dengan kanwil BPN Bengkulu maupun Satgas pusat. Kaitannya dengan perkembangan penanganan kasus. Sudah jadi atensi Kapolri,” demikian Teddy.
Seperti diketahui sebelumnya, Kapolri Sigit menginstruksikan seluruh jajarannya, menindak siapa pun aktor intelektual di balik sindikat mafia tanah. Sebagai wujud program Polri Presisi.
“Karena masalah mafia tanah menjadi perhatian Bapak Presiden (Jokowi), saya minta jajaran tidak perlu ragu. Proses tuntas, siapa pun backing-nya,” kata mantan Kabareskrim Polri itu beberapa waktu lalu. (**)