Eks Dirkeu Garuda Diperiksa Terkait Kasus Korupsi Pengadaan Pesawat

Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mendalami dugaan korupsi pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk pada 2011-2021. Hari ini tim penyidik memeriksa 5 saksi yang diperiksa terkait kasus pengadaan pesawat, salah satunya mantan direktur keuangan Garuda Indonesia berinisial EL.

“Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung melakukan pemeriksaan terhadap 5 (lima) orang saksi yang terkait dengan Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pengadaan Pesawat Udara pada PT. Garuda Indonesia (persero) Tbk. Tahun 2011-2021,” kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (6/4/2022).
Adapun 5 saksi yang diperiksa adalah, JR selaku Direktur Strategi Pengembangan Bisnis dan Manajemen Resiko PT. Garuda Indonesia (persero) Tbk. Tahun 2013, EL selaku Direktur Keuangan PT. Garuda Indonesia (persero) Tbk. Tahun 2011-2012, BS selaku Direktur Teknik dan Pengembangan Armada PT. Garuda Indonesia (persero) Tbk. Tahun 2012-2014, KPS selaku VP Corporate Planning and Research PT. Garuda Indonesia (persero) Tbk. periode April 2021, M selaku VP Acquisition and Aircraft Management PT. Garuda Indonesia (persero) Tbk. periode April 2021.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tiga tersangka. Ketiga tersangka itu adalah Setijo Awibowo (SA) selaku VP Strategic Management Office Garuda Indonesia 2011-2012 dan Agus Wahjudo selaku Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia 2009-2014. Serta ketiga Albert Burhan (AB) selaku VP Vice President Treasury Management PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk periode 2005-2012.
Kasus ini bermula pada 2011-2021, ketika PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk melakukan pengadaan pesawat dari berbagai jenis tipe pesawat, antara lain Bombardier CRJ-100 dan ATR 72-600, yang mana untuk pengadaan Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 yang dilaksanakan dalam periode 2011-2013 terdapat penyimpangan dalam proses pengadaannya antara lain:

• Kajian feasibility study/business plan rencana pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) yang memuat analisis pasar, rencana jaringan penerbangan, analisis kebutuhan pesawat, proyeksi keuangan dan analisis risiko tidak disusun atau dibuat secara memadai berdasarkan prinsip pengadaan barang dan jasa, yaitu efisien, efektif, kompetitif, transparan, adil, dan wajar serta akuntabel;

• Proses pelelangan dalam pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) mengarah untuk memenangkan pihak penyedia barang/jasa tertentu, yaitu Bombardier dan ATR;

• Adanya indikasi suap-menyuap dalam proses pengadaan pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) dari manufacture.
Dengan demikian, penyimpangan dalam proses pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 tersebut mengakibatkan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengalami kerugian dalam mengoperasionalkan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600.
“Atas kerugian keuangan negara yang ditimbulkan tersebut, diduga telah menguntungkan pihak terkait dalam hal ini perusahaan Bombardier Inc-Kanada dan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR)-Prancis masing-masing selaku pihak penyedia barang dan jasa serta perusahaan Alberta S.A.S.-Perancis dan Nordic Aviation Capital (NAC)-Irlandia selaku lessor atau pihak yang memberikan pembiayaan pengadaan pesawat tersebut,” imbuh Ketut Sumedana.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *