Jakarta – Kedai dengan menu makanan khas Vietnam bernama Vietchong ternyata mendapat antusiasme yang tinggi dari penikmat kuliner di Kota Malang, Jawa Timur. Perpaduan cita rasa yang unik dengan konsep street food yang disajikan semakin menarik perhatian masyarakat untuk mencicipinya.
Vietchong berada di sudut kawasan Kayutangan Heritage, Jalan Jenderal Basuki Rachmat, Kota Malang. Kedai ini hanya buka beberapa jam saja. Pasalnya, mereka membatasi jumlah penjualan yakni 100 porsi di hari biasa dan 150 di akhir pekan.
Menu andalan di kedai Vietchong adalah Pho atau mie berkuah dengan bahan tepung beras yang ditaburi daging sapi atau ayam. Masakan ini juga dilengkapi daun ketumbar, cengkeh, bawang bombai bakar, pekak dan rempah-rempah yang membuat lidah panas sehingga pedasnya nendang banget.
Pemilik Kedai Vietchong, Ahmad Kabir, mengatakan bahwa kuliner ini awalnya dibuat untuk coba-coba saja sekaligus sebagai wadah agar 4 pendiri kedai ini tetap bisa nongkrong hingga berkarya bersama.
Saat itu, dia menangkap sebuah peluang yakni kuliner Asia kecuali Jepang, Korea dan Cina yang tengah booming di Eropa.
Hal itu lah yang membuatnya mencoba membuat kuliner Vietnam tersebut. Dia memilih Vietnam karena hanya negara ini yang punya sejarah menang atau imbang saat perang melawan Amerika. “Itu yang kami pakai sebagai spirit atau semangat kami,” kata Kabir.
Menu masakan yang didapat dari YouTube itu ternyata banyak diminati. Di hari pertama, dia membagikan sekitar 30-40 porsi secara gratis kepada warga. Tak disangka, banyak orang yang memposting hingga membuat hari kedua mendapat 50 porsi pesanan dan berlanjut hingga saat ini.
Menurutnya, menu andalan yakni Pho di kedai Vietchong itu layaknya mie ayam versi Indonesia. Hanya saja, Pho menggunakan mie yang lebih lebar.
Pho juga identik dengan pekatnya rasa rempah yang membuat tubuh terasa hangat dan terkesan pedas. Namun menurutnya, takaran beberapa rempah dia kurangi untuk menyesuaikan lidah orang Indonesia.
“Banyak orang yang pernah ke Vietnam bilang ini rasanya seperti yang di sana. Ada juga orang Vietnam yang juga pernah kesini bilang top, sudah mendekati dengan yang di Vietnam,” katanya.
Kabir mengaku hanya menjual Pho sebanyak 100 sampai 150 porsi sehari. Jumlah itu mampu terjual ludes dalam waktu antara 45 menit hingga 2 jam saja. Setengah penjualan kuliner ini dilakukan melalui DM sosmed dan sisanya dijual tempat.
“Kalau enggak gitu kami kewalahan, padat banget kalau enggak dibuat sepeti itu,” ujarnya.
Dia menyebutkan bahwa pembatasan penjualan dilakukan karena bahan dasar mie yang digunakan diambil langsung dari Vietnam. Sehingga memang tak banyak stok yang disediakan.
“Saya rasa ke depan ini akan tetap saya buat sepeti ini, jumlah tidak kami tambah, konsepnya tetap street food. Kalaupun mau memperluas, mungkin akan buka cabang di kota lain,” tandasnya.